Posted by : Ako Solekhudin Monday, 17 December 2012

Sejarah Berdirinya Bodelor

Panembahan Raaja Cirebon II  memerintahkan adiknya Pangeran Wirasaba dan istrinya Nyi Mas Ayu Naindra Lamaransari, untuk segera membuka hutan dan mendirikan pedukuhan tidak lama setelah bulan madu adiknya itu mencapai tujuh bulan.
       Pada hari Selasa pagi tanggal 1 Juli 1575 atau bertepatan dengan tanggal 30 Rabi’ul Akhir tahun 995 Hijriyah didampingi oleh ibunya(Nyi Mas Wanawati Raras), dan adik kakeknya(Nyi Mas Gandasari)yang masih perkasa meskipun usianya sudah 75 tahun, yang sekaligus pula wakil dari Panembahan Ratu yang akan meresmikan pedukuhan dan melantik kepala dukuh, berangkat menuju hutan Wanajaya, dengan diikuti oleh dua regu prajurit keraton yang masing-nasing dipimpin oleh Raden Bayabadra dan Raden Jumantri.
Para prajurit inilah yang akan bekerja untuk membuka/menebang hutan yang luasnya hampir 5 hektar.
        Dalam rombongan itu ikut pula adik Nyi Mas Wanawati yaitu pangeran Sedang Garuda atau yang dikenal dengan sebutan Ki Ageng Mantro dan sahabat karibnya, Tuan Ahmad.
Tuan Ahmad adalah seorang saudagar dari Arab yang juga seorang Da’i (penyebar agama Islam). Kehadirannya atas restu dan atas pemitaan Panembahan Ratu untuk membina umat Islam di wilayah baru itu.
       Atas petunjuk Panembahan Ratu, rombongan memulai perjalanan dari rumah Ki Gede Kaliwulu menuju hutan Wanajaya dengan menelusuri Sungai Kaliwulu. daerah utama yang di tuju adalah sebuah tempat dimana dulu Mbah Kuwu Cirrebon Sholat dan bermunajat kepada Allah SWT, yaitu sebuah dataran yang agak tinggi, banyak ditumbuhi pohon rindang, berhawa sejuk, berair bening, dan segar.
       Rombongan terdepan adalah para prajurit yang berjalan kaki, di ikutu keluaraga keraton menaiki  kuda berjalan pelan karena melewati pinggiran sungai yang masih banyak pepohonan liar yang harus dibabat dahulu oleh para prajurit. Dibelakang putra Ki Gede Kaliwulu yang menjadi petunjuk jalan, yag berjalan sambl menuntun KERBAU BULE RAKSASA (Kebo Gede, Cirebon), hadiah pernikahan dari panembahan ratu.
       Selang beberapa waktu sebelum dhuhur,lokasi yang dicari sudah ditemukan,Nyi Mas Gandasari lalu naik kedataran tinggi itu dan bersujud syukur ke hadirat Allh SWT.Benar apa yang dikatakan remanya,yaitu Mbah Kuwu Cerbon yang sekarang sudah wafat,bahwa tempat itu begitu sejuk dan air nya bersih bening.
       Usai sujud Syukur,Nyi Mas Gandasari selaku pemimpin rombongan memerintahkan prajurit dan anggota rombongan lainya untuk beristirahat.Seorang prajurit yang mungkin berasal dari Tegal meberitahukan kepada rekan-rekan nya dengan mengucapkan,”Ayo kabeh pada gelengan!”(Mari semua istirahat sambil tiduran),ucapan itu sampe terdengar oleh Nyi Mas Gandasari.Setelah itu beliau berkata,”Wahai sekalian,bukit ini mulai sekarang aku beri nama Bukit Gleleng.”
       Nama “Gleleng” sampai sekarang menjadi nama sebuah tempat pemakaman umum Sigleleng. Sedangkan tempat berkhawaltnya Mbah Kuwu Cirebon dan tempat sujud syukurnya Nyi Mas Gandasari oleh masyarakat setempat diberi nama MAESANWATU, karena ditempat itu sekarang terdapat petilasan berupa kuburan atau makam yang bernisan dari batu.
       Bukit Gleleng oleh Nyi Mas Gandasari dijadikan posko pembukanan hutan Wana Jaya, sedangkan untuk tempat tinggal keluarga keraton dan para prajurit dibuat bangunan rumah dan barak-barak di sebelah timur sungai. Lalu Nyi Mas Gandasari memberi nama lokasi itu dengan nama “UMAHRINTIS” yang berarti “rumah pertama”. Masyarakat sekarang menyebutnya TUMARINTIS.
       Pagi, hari Rabu tanggal 2 Juli tahun 1575 atau 995 Hijriah, Nyi Mas Gandasari memimpin prajuritnya menebang hutan disebelah barat Bukit Gleleng, Nyi Mas Wanawati mengadakan dapur umum, dan Nyi Mas Ayu Naindra Lamaransari mengeluarkan priuk tanah besar ( Pendil Gede, Cirebon) yang merupakan pemberian dari ibunya yang bernama Nyi Silih Asih. Pendil besar ini sangat unik, karena beras yang ditanak cepat masak dan nasinya mekar, seolah-olah nasi tersebut tidak habis-habis dimakan oleh semua anggota rombongan.
       Sementara itu, Ki Gede Kaliwulu sibuk menjalankan tugasnya sebagai seorang ahli kayu, membuat bajak ( Waluku, Jawa) yang nantinya akan dipergunakan untuk membajak sawah yang luasnya hampir 5 hektar. Bajak sengaja dibuat agak besar, karena yag akan menariknya adalah seekor Kerbau Bule Raksasa. Panjang sawah yang akan dibuat rencananya 500 Meter ( Sewu Depa, Cirebon), sedangkan lebarnya tidak ditentukan, hanya saja bila nanti ditemukan saluran air maka penebangan dihentikan sampai disitu. Dua hari kemudian, hutan yang dipersiapkan untuk lahan sawah itu telah selesai dan bersih, hanya tinggal dibajak saja.
       Pagi, hari Juma’at, 4 Juli 1575 Nyi Mas Gandasari mengistirahatkan prajuritnya, karena mayoritas rombongan laki-laki akan melaksanakan Sholat Jum’at. Setelah sholat Juma’at, pekerjaan pembajakan sawah segera dimulai. Pekerjaan ini sangat berat, karena dengan sebuah bajak harus menyelesaikan sawah yang luasnya hampir 5 hektar, dalam satu hari satu malam.
       Hari Sabtu sore, saat waktu Ashar tiba, pembajakan sawah telah terselesaikan. Kerbau Bule raksasa yang perkasa dan berjasa itu sangat lelah dan kecapean. Dan tanpa permisi kepada siapa pun si kerbau pergi meninggalkan rombongan, berjalan ke arah selatan menyusuri sungai kecil yang merupakan batas sawah dan daratan di sebelah baratnya, hingga sampe ke sebuah mata airnya yaitu sebuah belik (mata air)yang sekarang oleh masyarakat setempat belik itu di beri nama Ki Bean.
       Oleh karena terlalu lelah dan capai,lalu kerbau bule itu berkubang sampai tertidur ditempat itu. Tanah belik yang dikubangi sang kerbau sampai amblas, hingga tapaknya smpai sekarang masih bisa dilihat(Di Blok Kedunggondang,Desa Bodelor).
       Sementara itu, Nyi Mas Gandasari yang sedang berkumpul dengan rombongan, baru sadar bahwa sang kerbau raksasa telah hilang entah kemana. Kerbau wasiat hadiah dari Panembahan Ratu itu jangan sampai hilang, apalagi dimakan binatang buas, nanti apa kata Panembahan Ratu?. Untuk itu harus dicari sampai ditemukan kembali, karena rencanaya acara peresmian pendukuhan dan pelantikan Kuwu akan diadakan setelah solat Isya, hari itu juga.
       Setelah dicari ke seluruh sudut dilokasi itu, barulah datang salah seorang prajurit dengan tergopoh gopoh menghadap dan melaporkan kepada Nyi Mas Gandasari, bahwa dirinya telah menemukan sang Kerbau bule raksasa sedang berkubang sambil tetidur, entah masih hidup atau tidak. Mendengar laporan itu Nyi Mas Gandasari segera menuju ke tempat yang dimaksud oleh prajurit tersebut. Betul juga apa yang disampaikan prajurit tadi, bahwa sang Kerbau bule raksasa sedang berkubang sambil tertidur. Merasa ada tuannya datang ditempat itu, sang Kerbau bule raksasa segera meninggalkan tempat itu.
       Setelah solat magrib Nyi Mas Gandasari mengumpulkan keluarga keraton dan memusyawarakan mengenai apa nama pedukuhan yang telah dimulai penebangan itu.
       Hasil musyawarah menetapkan, karena jasa Kerbau Bule Raksasa yang telah membajak sawah, dan untuk mengenang jasa Kerbau Bule Raksasa tersebut maka untuk memudahkan penyebutannya, maka disingkat menjadi “BODE” asal kata dari Kebogede. Kepala pedukuhannya disebut Ki Kuwu Bode.  Dan sawah yang baru dibuka itu yang merupakan tanah kelungguhan atau tanah bengkok untuk istilah sekarang diberi nama “SAWAH GEDE
       Detik-detik yang ditunggu tungu telah tiba, yaitu pelantikan kepala pedukuhan. Nyi Mas Gandasari berdiri didepan menghadap barisan upacara tadi. Dibelakangnya berdiri sambil berbaris para keluarga keraton dan tak lupa sang Kerbau Bule Raksasa berdiri tegak disamping agak ke belkang Nyi Mas Gandasari.
       Nyi Mas Gandasari menyampaikan pengumuman resminya, “ Wahai para prajurit, dengan disertai rasa syukur kepada Allah SWT, dengan ucapan bismillahirrohmannirrohim  pada hari ini, Sabtu tanggal 5 Juli Awal tahun 945 Hijriyah, saya atas nama raja Kerajaan Cirebon, Panembahan Ratu, meresmikan pedukuhan ini dengan nama “PEDUKUHAN BODE” dan melantik Pangeran Wirasaba sebagai Kuwu Bode pertama.
       Setelah upacara pelantikan selesai, semua mengucapkan selamat. Dan bersama- sama mengadakan sujud syukur dan berdo’a agar “BODE” menjadi edukuhan yang makmur, sentosa, sejahtera dan di karuniai segala kebesaran Allah SWT.
       Nyi Gede Bode yang memiliki benda pusaka pemberian dari orang tuanya berupa pendil, benar-benar berasal dari Losari dan merupakan keturunan Pangeran Losari ( Pangeran Angkawijaya ).
     Makam Ki Bayabadra di Blok Duan Sukun Kidul Bodelor, merupakan bukti bahwa tokoh yang bernama Raden Bayabadra pernah ada dan tinggal di Bode sebagai orang penting.



1.Nama-nama Kepala Desa Bode
NO.
          Nama Ki Gede
        Jabatan
           Periode
1
P. Wirasaba
Ki Gede Bode I
1575 - 1576
2
Nyi Mas Ayu Naindra Lamaran Sari
Ki Gede Bode II
1576 - 1578
3
Dalem Wi Sesa Guna
Ki Gede Bode III
1578 – 1600
4
Dalem Maha Guna
Ki Gede Bode IV
1600 - 1627
5
Dalem Mangga Guna
Ki Gede Bode V
1627 - 1651
6
Dalem Maya Guna
Ki Gede Bode VI
1651 – 1677
7
Suro Pelawan
Ki Gede Bode VIII
1677 - 1688


2.Para Penguasa Pademangan Bode.
No.
            Nama Ki Demang.
             Jabatan.
        Periode.
1
Ki Demang Suro Pelawan
Ki Demang Bode I

2
Ki Demang Widagada
Ki Demang Bode  II

3
Ki Demang
Ki Demang Bode  III

4
Ki Demang
Ki Demang Bode  IV

5
Ki Demang
Ki Demang Bode  V

6
Ki Demang
Ki Demang Bode  VI

7
Ki Demang
Ki Demang Bode  VII

8
Ki Demang
Ki Demang Bode  VIII

9
Ki Demang
Ki Demang Bode  IX

10
Ki Demang
Ki Demang Bode  X

11
Ki Demang
Ki Demang Bode  XI

 
untuk yang berminat Mendownload nya silahkan klik link download dibawah ini:

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Ako Solekhudin. Powered by Blogger.

Daftar Isi

Blog Archive

- Copyright © 2013 FOXIST -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -