- Back to Home »
- Pelajaran »
- Mengenal struktur Internal Bumi
Struktur Internal Bumi
Teori Tektonika Lempeng (bahasa Inggris: Plate Tectonics) adalah teori
dalam bidang geologi yang dikembangkan untuk memberi penjelasan terhadap
adanya bukti-bukti pergerakan skala besar yang dilakukan oleh litosfer
bumi. Teori ini telah mencakup dan juga menggantikan Teori Pergeseran
Benua yang lebih dahulu dikemukakan pada paruh pertama abad ke-20 dan
konsep seafloor spreading yang dikembangkan pada tahun 1960-an.
Bagian
terluar dari interior bumi terbentuk dari dua lapisan. Di bagian atas
terdapat litosfer yang terdiri atas kerak dan bagian teratas mantel bumi
yang kaku dan padat. Di bawah lapisan litosfer terdapat astenosfer yang
berbentuk padat tetapi bisa mengalir seperti cairan dengan sangat
lambat dan dalam skala waktu geologis yang sangat lama karena viskositas
dan kekuatan geser (shear strength) yang rendah. Lebih dalam lagi,
bagian mantel di bawah astenosfer sifatnya menjadi lebih kaku lagi.
Penyebabnya bukanlah suhu yang lebih dingin, melainkan tekanan yang
tinggi.
Lapisan litosfer dibagi menjadi lempeng-lempeng tektonik (tectonic
plates). Di bumi, terdapat tujuh lempeng utama dan banyak
lempeng-lempeng yang lebih kecil. Lempeng-lempeng litosfer ini menumpang
di atas astenosfer. Mereka bergerak relatif satu dengan yang lainnya di
batas-batas lempeng, baik divergen (menjauh), konvergen (bertumbukan),
ataupun transform (menyamping). Gempa bumi, aktivitas vulkanik,
pembentukan gunung, dan pembentukan palung samudera semuanya umumnya
terjadi di daerah sepanjang batas lempeng. Pergerakan lateral lempeng
lazimnya berkecepatan 50-100 mm/a.
Perkembangan Teori
Pada
akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, geolog berasumsi bahwa
kenampakan-kenampakan utama bumi berkedudukan tetap. Kebanyakan
kenampakan geologis seperti pegunungan bisa dijelaskan dengan pergerakan
vertikal kerak seperti dijelaskan dalam teori geosinklin. Sejak tahun
1596, telah diamati bahwa pantai Samudera Atlantik yang berhadap-hadapan
antara benua Afrika dan Eropa dengan Amerika Utara dan Amerika Selatan
memiliki kemiripan bentuk dan nampaknya pernah menjadi satu. Ketepatan
ini akan semakin jelas jika kita melihat tepi-tepi dari paparan benua di
sana.[2] Sejak saat itu banyak teori telah dikemukakan untuk
menjelaskan hal ini, tetapi semuanya menemui jalan buntu karena asumsi
bahwa bumi adalah sepenuhnya padat menyulitkan penemuan penjelasan yang
sesuai.[3]
Penemuan radium dan sifat-sifat pemanasnya pada tahun
1896 mendorong pengkajian ulang umur bumi,[4]karena sebelumnya perkiraan
didapatkan dari laju pendinginannya dan dengan asumsi permukaan bumi
beradiasi seperti benda hitam.[5] Dari perhitungan tersebut dapat
disimpulkan bahwa bahkan jika pada awalnya bumi adalah sebuah benda yang
merah-pijar, suhu Bumi akan menurun menjadi seperti sekarang dalam
beberapa puluh juta tahun. Dengan adanya sumber panas yang baru
ditemukan ini maka para ilmuwan menganggap masuk akal bahwa Bumi
sebenarnya jauh lebih tua dan intinya masih cukup panas untuk berada
dalam keadaan cair.
Teori Tektonik Lempeng berasal dari Hipotesis
Pergeseran Benua (continental drift) yang dikemukakan Alfred Wegener
tahun 1912.[6] dan dikembangkan lagi dalam bukunya The Origin of
Continents and Oceans terbitan tahun 1915. Ia mengemukakan bahwa
benua-benua yang sekarang ada dulu adalah satu bentang muka yang
bergerak menjauh sehingga melepaskan benua-benua tersebut dari inti bumi
seperti 'bongkahan es' dari granit yang bermassa jenis rendah yang
mengambang di atas lautan basal yang lebih padat.[7][8] Namun, tanpa
adanya bukti terperinci dan perhitungan gaya-gaya yang dilibatkan, teori
ini dipinggirkan. Mungkin saja bumi memiliki kerak yang padat dan inti
yang cair, tetapi tampaknya tetap saja tidak mungkin bahwa bagian-bagian
kerak tersebut dapat bergerak-gerak. Di kemudian hari, dibuktikanlah
teori yang dikemukakan geolog Inggris Arthur Holmes tahun 1920 bahwa
tautan bagian-bagian kerak ini kemungkinan ada di bawah laut. Terbukti
juga teorinya bahwa arus konveksi di dalam mantel bumi adalah kekuatan
penggeraknya.[9][10][3]
Bukti pertama bahwa lempeng-lempeng itu
memang mengalami pergerakan didapatkan dari penemuan perbedaan arah
medan magnet dalam batuan-batuan yang berbeda usianya. Penemuan ini
dinyatakan pertama kali pada sebuah simposium di Tasmania tahun 1956.
Mula-mula, penemuan ini dimasukkan ke dalam teori ekspansi bumi [11],
namun selanjutnya justeru lebih mengarah ke pengembangan teori tektonik
lempeng yang menjelaskan pemekaran (spreading) sebagai konsekuensi
pergerakan vertikal (upwelling) batuan, tetapi menghindarkan keharusan
adanya bumi yang ukurannya terus membesar atau berekspansi (expanding
earth) dengan memasukkan zona subduksi/hunjaman (subduction zone), dan
sesar translasi (translation fault). Pada waktu itulah teori tektonik
lempeng berubah dari sebuah teori yang radikal menjadi teori yang umum
dipakai dan kemudian diterima secara luas di kalangan ilmuwan.
Penelitian lebih lanjut tentang hubungan antara seafloor spreading dan
balikan medan magnet bumi (geomagnetic reversal) oleh geolog Harry
Hammond Hess dan oseanograf Ron G. Mason[12][13][14][15]menunjukkan
dengan tepat mekanisme yang menjelaskan pergerakan vertikal batuan yang
baru
Seiring dengan diterimanya anomali magnetik bumi yang
ditunjukkan dengan lajur-lajur sejajar yang simetris dengan magnetisasi
yang sama di dasar laut pada kedua sisi mid-oceanic ridge, tektonik
lempeng menjadi diterima secara luas. Kemajuan pesat dalam teknik
pencitraan seismik mula-mula di dalam dan sekitar zona Wadati-Benioff
dan beragam observasi geologis lainnya tak lama kemudian mengukuhkan
tektonik lempeng sebagai teori yang memiliki kemampuan yang luar biasa
dalam segi penjelasan dan prediksi.
Peta dengan detail yang menunjukkan lempeng-lempeng tektonik dan arah vektor gerakannya
Penelitian tentang dasar laut dalam, sebuah cabang geologi kelautan yang
berkembang pesat pada tahun 1960-an memegang peranan penting dalam
pengembangan teori ini. Sejalan dengan itu, teori tektonik lempeng juga
dikembangkan pada akhir 1960-an dan telah diterima secara cukup
universal di semua disiplin ilmu, sekaligus juga membaharui dunia ilmu
bumi dengan memberi penjelasan bagi berbagai macam fenomena geologis dan
juga implikasinya di dalam bidang lain seperti paleogeografi dan
paleobiologi.
Lempeng-lempeng tektonik utama yaitu:
- Lempeng Afrika, meliputi Afrika - Lempeng benua
- Lempeng Antarktika, meliputi Antarktika - Lempeng benua
- Lempeng Australia, meliputi Australia (tergabung dengan Lempeng India antara 50 sampai 55 juta tahun yang lalu)- Lempeng benua
- Lempeng Eurasia, meliputi Asia dan Eropa - Lempeng benua
- Lempeng Amerika Utara, meliputi Amerika Utara dan Siberia timur laut - Lempeng benua
- Lempeng Amerika Selatan, meliputi Amerika Selatan - Lempeng benua
- Lempeng Pasifik, meliputi Samudera Pasifik - Lempeng samudera
- Lempeng-lempeng penting lain yang lebih kecil mencakup Lempeng India, Lempeng Arabia, Lempeng Karibia, Lempeng Juan de Fuca, Lempeng Cocos, Lempeng Nazca, Lempeng Filipina, dan Lempeng Scotia.
Pergerakan lempeng telah menyebabkan pembentukan dan pemecahan benua seiring berjalannya waktu, termasuk juga pembentukan superkontinen yang mencakup hampir semua atau semua benua. Superkontinen Rodinia diperkirakan terbentuk 1 miliar tahun yang lalu dan mencakup hampir semua atau semua benua di Bumi dan terpecah menjadi delapan benua sekitar 600 juta tahun yang lalu. Delapan benua ini selanjutnya tersusun kembali menjadi superkontinen lain yang disebut Pangaea yang pada akhirnya juga terpecah menjadi Laurasia (yang menjadi Amerika Utara dan Eurasia), dan Gondwana (yang menjadi benua sisanya)
SUMBER